Obat Langka, Peternak Disarankan Pakai Herbal Atasi Wabah PMK
Pulau Lombok menjadi daerah zona merah kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak berkuku belah, seperti sapi, kerbau, kambing, dan babi. Hal itu disebabkan melonjaknya wabah PMK mencapai 26.120 kasus hingga saat ini.
Di tengah tingginya penularan, obat-obatan kimia untuk mengatasi PMK justru langka. Peternak pun disarankan memakai obat herbal.
Sebelum datangnya vaksin, banyak peternak di Pulau Lombok mengandalkan obat-obatan kimia seperti vitamin, antibiotik, dan antipiretik untuk mengobati ternak mereka yang terjangkit. Namun belakangan ini, ketersediaan obat tersebut sangat terbatas.
Sebagai langkah mandiri, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Provinsi NTB menyarankan para peternak untuk meracik obat herbal sendiri dari rumah.
Sampai 12 Juni 2022, ternak yang terkena PMK sebanyak 26.120 ekor. Dengan rincian, ternak yang masih sakit sebanyak 13.174 ekor, sembuh 11.402 ekor, potong paksa 106 ekor, dan mati 12 ekor.
Peternak juga diimbau agar selalu menerapkan protokol pencegahan PMK, seperti menjaga kebersihan kandang dan secara rutin memyemprotkan disinfektan.
Sapi jenis eksotis atau sapi berbadan besar seperti simmental, diakui lebih rentan terinfeksi PMK dibandingkan sapi lokal atau sapi Bali.
“Yang lebih rentan itu sapi eksotis, sedangkan kalau sapi Bali yang banyak di sini itu lebih kuat dari serangan PMK,” tutup Muslih.
Baca juga:
Kementan Pantau Kasus PMK di Lombok Tengah
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) NTB, Ahmad Nur Aulia menerangkan beberapa waktu lalu pihaknya sudah mengajukan status wabah di daerah. Kemudian sudah ada jawaban diberikan dari pusat, di mana per 9 Juni 2022 juga telah dikeluarkan Inmendagri Nomor 33/2022 terkait izin daerah melakukan pergeseran dana BTT untuk penanganan kasus PMK.
“Ini dana BTT yang dialihkan (digunakan, Red). Kalau dana BTT kan ada aturannya, salah satu penetapan status dulu. Tetapi oleh Inmendagri ini diberikan ruang menggunakan dana BTT yang dialihkan untuk PMK,” ungkap Ahmad, Senin (13/6).
Menurutnya, adanya Inmendagri 33/2022 membuka peluang besar menggenjot penanganan kasus PMK yang terjadi di NTB, khususnya Pulau Lombok.
Memang berdasarkan ketentuan untuk bisa daerah menggunakan dana BTT tersebut, maka NTB perlu dinyatakan sebagai daerah wabah. Sampai saat ini pihaknya terus mengadvokasi dan mencari jalan keluar serta dukungan agar pengendalian PMK dapat dilakukan dengan maksimal.
Penulis : bbn/tim
Editor : Robby